Puncak Kawah Ijen yang mempesona

English version –> Jump to the bottom..

Check out the photos here

dari Malang, ditemani ibuku, kita naik kereta Penataran ke Bangil jam 8 malam, untuk ganti kereta Mutiara Selatan, jam 23 menuju Banyuwangi. Begitu di kereta, kita berdua ketiduran, hampir saja stasiun Bangil terlewat gara2 ketiduran, aku terbangun persis ketika terlihat papan kota Bangil dari jendela. Langsung saja kita berlari2. sekitar 1.5jam menunggu di Bangil untuk naik Mutiara Selatan, jam 23.

DSC_0855
ketan bubuk
kereta memasuki banyuwangi sebelum subuh, kurang lebih 4am. ada bbrp station di banyuwangi, tapi yang paling dekat kota adalah stasion karang asem (1 station sebelum ujungnya rel kereta di ketapang). aku dipesenin teman untuk berhenti di karang asem. di depan station jga ada bbrp kios persewaan motor dan jasa mengantar ke kawah ijen, tapi semua masih tutup (ya iyalah jam 4am). Aku dijemput teman dan kita sholat subuh di mesjid nggak jauh dari station. Selesai subuhan, ada pengalaman menarik. si Toto teman smaku yg udah jadi native penduduk di bwi ini menjamuku nongkrong sarapan di warung ketan bubuk. Warung ketan bubuk ini di sepanjang jalan raya Banyuwangi-Situbondo. Warung tempatku makan di persimpangan jalan candi Sewu, tapi kulihat di bagian2 kota, banyak juga warung ketan bubuk lainnya. Hmm ini rupanya kegiatan favorit selesai subuhan di kota ini. sambil ngobrol di pinggiran jalan lebar yg lengang dan masih gelap. Sepiring ketan bubuk ini tandas sekalian bubuknya bersih tak berbekas di piring plastikku, segelas kopi susu panas disruput perlahan.

karena ngobrol dan melepas kangen2, aku diantar ke poltuding udah agak siang. Sudah jam 12an siang waktu nyampe di Poltuding. si Toto ini rupanya orang ngetop, di jalanan mulai desa Litjin sampai poltuding bbrp kali berhenti utk ngobrol dengan orang yg ditemui di jalan. Sampai Poltuding, kita mangkal di salah satu warung di depan lapagan poltuding, warung ini milik “Agus Elis” (pasangan suami istri Agus & Elis) — mereka juga menyediakan sewa tenda yg cukup mengakomodasi 2 orang, dgn tarip 75rb, plus dipasangin di lapangan sekalian. Kalo perlu jaket tambahan atau sleepingbag, warung2 sebelah juga siap menyediakan.

Berangkat mendaki siang ternyata nggak umum. cuma aku sendiri yg beli tiket di loket pos pendakian, 5rb (kalo pagi 7500). Setelah berfoto2 dan salim ibuk (iya beliau ngantar juga sampai poltuding), aku berjalan sendiri.. tenang aja aq udah biasa berhiking sendiri kok, di semeru, rinjani maupun di belantara aussie.
Sempat kuambil bbrp foto di pos penimbangan belerang utk melihat suasana. tiap berpapasan dgn penambang aq ngobrol small talk, salah satunya dgn si Yanto Ijen. Dia lalu kutawari utk menemani jadi guide. Dia pasang tarip 200rb. ya gapapa lah. Tarip resmi guide disana adalah 150rb per orang dlm 1 group (biasanya ada jumlah minimum, jadi kalo 3 orang, si guide ini dapet 3×150 dkurangi biaya agen 25rb) – info ini dari hasil ngobrol dgn seroang guide, dia day jobya guru inggris, klo wiken dan liburan sekolah jadi guide bule2. tentu saja plus tips yg generous.

“Lha saya harus nyetor belerang ini dulu mas”, kata si Yanto, matanya berbinar2 krn akan dapat rejeki tambahan hari itu.
“iya monggo, tak tungguin disini setengah jam ya..”
sambil motret2 dan sholat jama’, setengah jam kemudian, aq dan yanto memulai perjalanan mendaki.
Ia cerita hasil tambangannya hari itu hampir 80kg, dia mendapat Rp65ribu.
segi Plus lainnya bareng penambang: mereka nawarin ntuk lewat jalur2 lain yg bukan jalur umum utk pendakian. Buatku yg suka hiking, tentu saja lebih exciting untuk lewat jalur pintas yang lebih curam & challenging ini (biasa digunakan oleh para penambang, jadi kita harus ngalah karena jalurnya sempit).

Karena aq mulai berjalan siang hari, nggak ada kesempatan untuk melihat api biru, jadinya aku mendaki menuju puncak yg lebih tinggi, letaknya berseberangan dengan kawah belerang. Daerah ini sepi pengunjung, karena pendakian yang sulit dan kontur tanah yg challenging. (Kalo anda nggak biasa hiking atau kurang fit, sangat nggak dianjurkan). Karena daerah ini sepi pengunjung, rasanya bisa leluasa memandangi indahnya telaga kawah ijen yg beracun ini dari ketinggian. Kalo tempat api biru itu kekanan (ctr clockwise), kita justru berjalan kekiri (clockwise), sehingga akhirnya sampai di struktur beton. Inilah dam/bendungan jaman belanda yg konon dibangun sekitar 1850 dan masih dalam keadaan bagus. Dulunya untuk mengontrol air beracun di telaga kawah Ijen agar nggak membanjiri desa dibawah. Bendungan ini saksi sejarah, bahwa dulu level air bisa mengkhawatirkan, sedangkan sekarang jauh sekali dibawah, sehingga berabad2 bendungan ini nggak terpakai.

di puncak ini aq sempat berlama2 menunggu sunset mengagumi sinar orange keemasan matahari kemilau yang menghiasi lekukan awan dibawah sana (karena kita diatas awan). Tentu saja, di backpack aku membawa headlamp untuk menerangi jalan. dalam perjalanan turun, kita sempatkan nongkrong di warung pos terakhir sebelum puncak untuk nyeruput sedapnya pop-mie & kopi.

itulah cerita pendakian hari pertama.
begitu sampai dibawah, aq menunggu sampai keluarga dari malang datang skitar jam 1:30am, Jam 02am, dalam keadaan belum tidur dari kemarin, dimulai lagi pendakian kedua, kali ini santai2 lewat jalur umum bersama keluarga, dan alhamdulillah bisa menyaksikan api biru. Biarlah itu jadi cerita blog berikutnya..

CSC_1359

English Version:

most reviews are about the famous ‘blue fire’ on the kawah ijen crater. But this notes will give you more tips & info.
I took the night train Mutiara Selatan to Banyuwangi, and slept all the way through the journey, and arrived refreshed. It was still 4am when the train arrived at Karang Asem station. Banyuwangi (BWI) has several station, but karang asem is the most central location. I saw a few kiosks near the train station whre you can hire motor cycle for Rp75k/day. There are tour agents which can take you there and provide a tour-guide to hike up the mountain, but I preferred to go solo.
One unique experience: before sunrise, after the morning prayer, the locals frequent these street food stalls: “ketan bubuk” (sticky rice and spices on top) — i highly recommend a plate of these finished with a hot milk-coffee. the one i went was at jln A.Yani, but plenty of these around the town.
Around noon, I arrived at Poltuding, a small village the start of the hike. Commonly, people hike up the mountain in the early morning, but Im not common 🙂 – be advised though, the ticket office close at 2pm, and they don’t allow people to leave after 2pm (unless accompanied by a local guide). The ticket is Rp5000 (7500 in the peak hours/early morning). There’s plenty of small ‘warung’/food stalls where you can buy food/drinks to carry with you. There’s no need to weigh yourself down. After 1-hour hike up the mountain, there’s also one canteen that serve instant noodles and coffee up there 🙂 ..
Outside the Poltuding gate, there’s a place where sulfur miners bring in their sulfur rocks and got paid about Rp75k for 90kg. I had a chat with a miner at the end of his shift, and offered him to be my guide. I dont really need one, but I enjoyed someone to chat and to earn a few things about their daily life. We agreed on rp200k fee. (The fee for professional guide tour is rp150k/person in a a group) — going solo with a miner also has advntages: he tooke me on the tracks used by miners (not the one used by general public).
Because I did a day-walk, no chance of seeing the blue fire, instead i hiked up to the higher peak opposites to the sulfur steam. This area is not frequently visited, because of the tough climb and difficult terrain. With nobody around, you enjoy the breathtaking beauty of mt ijen crater from a high vantage point. Then, i hiked to another least visited place: an old dam built in the 1850’s era of dutch colonization.
You could camp out and wait for the blue-fire, but after enjoying sunset, I went down and met up with a few friends and did a second-climb at 2am on the following day. Be warned that 1am-2am, there’s a stampede of people trying to hike up (especially on weekends). There’s always a long queue to buy the climbing-ticket, but if you have a local guide (I used the same guy from prev day), just give him the money and he’ll cut the queue and got the tickets straight away 🙂

wpid-wp-1434934016104.jpeg

2 responses to “Puncak Kawah Ijen yang mempesona

Leave a comment